Judul : Dialog Tasawuf Kiai Said; Akidah, Tasawuf & Relasi Antarumat Beragama
Oleh : KH. Said Aqil Siroj
Tebal : 152 hal
Ukuran: 14,5 x 21 cm
Penerbit : Khalista Surabaya
Buku
ini berisikan Tanya jawab atau dialog
dengan tentang sebuah tema yang merefleksikan kehidupan beragama bagi
masyarakat Indonesia dengan menggunakan pendekatan sufistik. Terdapat 3 (tiga)
bagian besar yang pada tiap-tiap bagian terdapat sub bab yang berkaitan dengan
3 tema atau bagian besar tersebut. Bagian pertama membahas mengenai Aqidah,
bagian kedua membahas mengenai Tasawuf, dan bagian ketiga membahas mengenai
Antar Umat Beragama.
Masyarakat modern yang bersifat totaliteristik (ingin menguasai
semua aspek kehidupan), eksploris, dan hanya percaya kepada rumus-rumus empiris
saja, serta sikap hidup positivistis yang hanya berdasar kemampuan akal, pada
gilirannya akan menjadi penyebab kerusakan di muka bumi. Dalam ranah ini,
tasawuf sebagai wujud ihsan dalam risalah yang dibawa Rasulullah SAW memainkan
perannya menjadi problem solving untuk menghadapi berbagai problematika
kehidupan.
Dalam kesempatan ini, akan dibahas tema ketiga yaitu Antar
Umat Beragama. Dalam bagian ini terdapat 6 (enam) sub bab yaitu:
1. Persinggungan Agama-agama samawi
Dalam sub tema ini Kiai Said mejawab pertanyaan mengenai esensi
pluralism Gus Dur dan sikap atas keberagaman agama yang ada dalam masyarakat
majemuk Indonesia. Beliau mengawali ulasannya dengan memberikan penjelasan
mengenai kesamaan misi semua agama samawi. Dan menekankan bahwa meskipun
kesemuanya mempunyai misi yang baik untuk memperbaiki kondisi masyarakat saat
itu, namun agama tersebut (Yahudi, Kristen) hanya relevan di zamannya saja.
Antar satu agama dengan agama yang lain hadir untuk saling
melengkapi agama sebelumnya yang disebabkan oleh munculnya proses degradasi
pada tiap-tiap agama. Sedangkan agama samawi terakhir adalah agama Islam yang
tentunya menjadi penyempurna agama terdahulu.
Dalam konteks ke –Indonesiaan, yang hidup pada masyarakat majemuk
yang plural, hal yang perlu ditanamkan oleh semua warga Negara Indonesia adalah
pentingnya semangat nasionalisme, religiusitas, pluralisme, dan humanisme.
Tidak hanya berpegang pada teks yang kaku tanpa melakukan penyesuaian dengan
konteks kekinian. Dengan kembali kepada keotentikan dan keteladanan sejarah
seperti yang telah dirumuskan oleh pendahulu, maka pewujudan masyarakat
kebhinekaan tidak akan lagi menjadi kendala yang berarti.
2. Tuhan Semua Agama Sama?
Pembahasan pada sub bab ini berawal dari penafsiran surat al-Anbiya
22 yang artinya: “ Andai di langit dan di bumi ada Tuhan-Tuhan selain Allah,
maka keduanya akan binasa” yang secara ekplisit berarti apapun bentuk dan
nama agama, sesungguhnya yang disembah hanyalah Tuhan yang Esa.
Kiai Said mengawali jawabannya dengan mengutip surat al-Ikhlas ayat
1-4 yang berisi pengakuan atas kemutlakan Tuhan Allah dan Muhammad sebagai
utusan-Nya. Dan surat al-Baqarah ayat 255 yang menegaskan keesaan Allah.
Sejatinya, tidak pernah ditemui teks agama yang menyatakan gugatan islam
terhadap kedua agama samawi. Karena ketiga agama tersebut sama-sama lahir
sebagai otoritas Tuhan. Islam hanya membangun teks teologi yang menekankan
keesaan Tuhan.
Beliau
setuju dengan pernyataan yang menyatakan kemungkinan Tuhan yang disembah agama
lain tak lain adalah Allah. Namun beliau tidak sepakat dengan generalisasi
peribadatan, karena setiap agama mempunyai keistimewaan masing-masing.
Pemahaman semua agama sama hanya bias diterima jika disertai sebuah keyakinan
bahwa Islam merupakan konsep beragama yang mutakhir. Diakhir pembahasan beliau
kembali menekankan bahwa Islam menawarkan sebuah konsep Ketuhanan, yang
merupakan akhir dari formulasi teologi yang mesti dianut.
3. Mengelola Keberagaman Agama
Pembahasan
ini diawali dengan pertanyaan mengenai konflik antara agama beserta solusinya.
Diawal pembahasan Kiai Said memberikan contoh betapa sikap
toleransi telah terbentuk pada zaman dahulu. Bagaimana raja Negus yang notabene
nashrani menjadi penolong muslim saat sedang dikejar Quroisy. Dan sikap nabi
Muhammad yang tidak segan mengajak non muslim untuk berdiskusi. Kiai Said
menegaskan bahwa seluruh agama mempunyai misi yang sama untuk menjaga
perdamaian dunia.
Terjadinya konflik khusunya di Indonesia saat ini tak lain
bersumber dari tendensi politik dan ekonomi yang sama sekali tidak berkorelasi
dengan teologi. Selain itu, factor internal dari diri umat beragama juga
sebagai penyebab terjadinya intoleransi.
Harusnya
seluruh umat beragama di Indonesia lebih berhati-hati dalam memfilter tendensi
politik yang menunggangi kepentingan agama agar tak lagi terjadi konflik antar
agama.
Membangun
masyarakat Indonesia yang damai harus dibarengi dengan jiwa nasionalisme.
Karena seyogyanya, terbentuknya Negara Indonesia berhubungan dengan pemberian
kepercayaan Tuhan kepada manusia untuk mengelola alam disekitarnya.
Mengkhianati negeri berarti mengkhianati amanah Tuhan
4. Toleran terhadap Umat Lain
Pembahasan
diawali dengan pertanyaan tentang perbedaan tasamuh, tawasuth, ta’adul dan
tazawun dan korelasinya terhadap toleransi.
Kiai Said memberikan deskripsi dan juga contoh untuk term tersebut.
Tawasuth adalah mendahulukan naql daripada aql, tawazun
adalah keseimbangan dalam mencari hokum yang relevan dengan situasi dan
kondisi, ta’adul adalah proporsional dalam mengambil dan meletakkan pengaruh dari
berbagai pihak. Sedangkan tasamuh berarti toleransi. Kiai Said
menekankan sekali lagi bahwa konflik antara Islam dan Kristen sama sekali tidak
berhubungan dengan factor teologi, namun lebih karena factor politik.
Pernyataan ini didukung dengan peristiwa di Mesir pada abad ke-4 dimana
hubungan antara keduanya berjakan dengan baik. Dan peristiwa penghormatan Nabi
ketika jenazah orang Yahudi lewat.
Agama bukan hanya seremonial belaka, musuh manusia bukanlah mereka
yang jauh disana, namun hawa nafsu manusia sendiri. Karena banyak kita jumpai
seseorang yang karena ingin memenuhi keinginan hawa nafsunya, menggunakan
topeng agama. Tuhan hendaknya hadir disetiap langkah yang diperbuat manusia,
bukanya hanya diletakkan ketika pengucapan sumpah jabatan dan perjanjian, namun
pada praktinya esensi Tuhan telah terbuang.
5. Memaknai Jihad dengan Benar
Pembahasan
ini berangkat dari sebuah pertanyaan atas realitas banyaknya peperangan dan
kekacauan yang diatas namakan jihad fi sabilillah.
Kiai Said menjawab pertanyaan ini dengan terlebih dahulu memberikan
pemaknaan jihadoleh para ulama terdahulu. Dan juga macam-macam jihad yang
banyak tidak diketahui oleh muslim itu sendiri. Penyalahgunaan makna jihad
diakibatkan karena pemahaman yang parsial dan kerancauan tafsir atas sebuah
sumber.
Beliau juga menjabarkan makna jihad yang pernah dijabarkan oleh
Rais Akbar PBNU tahun 1945 tentang resolusi jihad dalam upaya memerangi sekutu
Inggris. Jihad yang tidak hanya bertujuan untuk membela agama saja, namun juga
untuk membela tanah air. Jihad adalah mengeluarkan usaha fisik untuk
mengimplementasikan pesan Allah. Sedangkan perang hanyalah salah satu metode
jihad yang hanya boleh dilakukan jika sesuai dengan tuntunan syar’i.
Dalam
kontek keindonesiaan, jihad diperbolehkan jika bertujuan untuk mendorong umat
Islam bekerja keras, membangun eros kerja, dan menumbuhkan jiwa kepedulian
antar sesama. Bukan untuk meminggirkan elemen non-muslim dengan tujuan ingin
mendirikan agama Islam.
No comments:
Post a Comment