Thursday 4 June 2015

3 Profesi dalam 1 Waktu??? Why not...We Can!




Tiga pilihan dalam foto diatas pasti menjadi pilihan yang sulit bagi cewek-cewek fresh graduate khususnya. Pertanyaan “habis lulus mau kemana”??? Seakan menjadi pertanyaan yang benar-benar merusak uforia graduation deh. Eitt….g usah khawatir, kita bisa kok ngejalanin ketiganya dalam satu waktu. Takut keteteran dan tidak proporsional?. Yuks….bareng-bareng kita sharing gimana tips ngejalanin 3 profesi diatas sekaligus persiapan apa aja yang musti di perhatiin.
Dari ketiga profesi diatas, pasti semua mempunyai prioritas masing-masing. Yang tentu berbeda antara yang satu dengan yang lain. Jadi untuk prioritas tidak harus ngikutin urutan dibawah ini ya…karena ini based on experience, jadi ya aku tulis prioritasku saat memilih ketiga profesi diatas.

 
The first is this one…Post Graduate


Di semester 8, seingetku diawal Januari 2014 aku udah g ada jadwal kuliah, jadi 1 semester penuh aku fokus mengerjakan skripsi. Nah disela-sela waktu aku sering cari-cari informasi beasiswa S2 baik dalam negeri maupun luar negeri. Meskipun belum memiliki ijasah, setidaknya persyaratan lain sudah mulai dicicil dari awal. Karena setiap donor mempunyai persyaratan khusus untuk syarat pemenuhan administrasi. Saat itu ada 3 beasiswa yang aku ajukan,antara lain:
1. LPDP: menyiapkan 3 essay, toefl, scan ijasah SD-SMA, sertifikat prestasi dan organisasi, surat rekomendasi (seleksi 4 kali dalam satu tahun)
2. Baznas: menyiapkan makalah, essay, toefl, dan surat rekomendasi (seleksi bulan Agustus setiap tahun)
3. beasiswa Dikti: toefl, scan ijasah SD-SMA, sertifikat prestasi dan organisasi, surat rekomendasi (seleksi bulan desember tiap akhir tahun)
Persiapan administrasi tersebut harus disiapkan jauh-jauh hari, jadi pas ijasah kita dah keluar dari kampus langsung deh semua persyaratan dikirim. Kenapa? Karena jika disiapkan jauh-jauh hari maka kita masih punya waktu panjang untuk mereview lagi artikel dan essay yang telah kita buat. Mengingat bahwa kekuatan dan substansi dari essay, artikel maupun makalah yang kita buat ternyata 60% menjadi penentu kelulusan loh. Nah yang 40% nya ditentukan dari IPK, pengalaman organisasi, dan prestasi.
Nah dari ketiga beasiswa yang aku ajukan, ternyata rezekiku ada di beasiswa baznas. Jadi setelah bulan Idul Fitri aku mengikuti beberapa seleksi dari pihak baznas. Sedangkan 2 beasiswa lainnya nggak ada kabarnya hingga detik ini (hehe). Dan alhamdulilah…pada bulan Oktober namaku ada dideretan penerima beasiswa KSU 2015. Karena system beasiswa di baznas mereka menjadi donor luar, maka kita bebas mennetukan kampus yang kita tuju dengan syarat klita diterima dikampus tersebut. Akhirnya pilihanpun jatuh di pascasarjana UI di kajian Timur Tengan dan Islam. Alhamdulilah….
Pokoknya….kalo memang meletakkan post graduate sebagai prioritas jangan ragu-ragu untuk mengirim aplikasi beasiswa sebanyak mungkin. Ibarat melempar 10 batu untuk dimasukkan dalam sebuah wadah tentu memiliki peluang lebih besar dibanding melempar 1 batu. Tapi harus tetap memikirkan efisiensi biaya. Pilih beasiswa yang membuka pendaftaran online, jadi kita tidak perlu mengeluarkan biaya pos. Cukup berbekal internet dan laptop yang biasa kita gunakan sehari-hari.  
Dan yang lebih pentung lagi, meskipun post graduate menjadi prioritas, jangan sampai menambah beban orang tua. Cukupkan kewajiban orang tua kita dengan mengantarkan ke jenjang S1, jangan sampai kita masih menambah beban biaya di pendidikan selanjutnya. Karena biaya untuk S2 itu jauhhh lebih banyak dibanding S1. Kalau memang belum mendapatkan rezeki beasiswa, maka alangkah lebih baik meletakkan post graduate  di prioritas kedua, dan meletakkan kerja di priorotas pertama. Jadi kita tetap bisa meneruskan studi tanpa harus membebani orang tua.

The second one is….working


Meskipun saat itu aku sudah mendapat beasiswa pendidikan, namun aku memutuskan untuk melamar pekerjaan di berbagai perusahaan. Kenapa nggak berwirausaha saja? Yups…wirausaha memang jauh lebih enak dibanding menjadi karyawan dengan gaji yang tidak seberapa. Tapi aku menyadari kapasitasku yang tidak memiliki jiwa entrepreneur dan juga tidak mau terlalu terbebani. jadi untuk sementara aku memilih pekerjaan yang santai, yang bisa berbagi waktu dengan kuliah, dan yang tidak mempunyai pe-er. Dalam artian, saat itu aku benar-benar selektif untuk memilih pekerjaan yang selesai ditempat kerja tanpa harus dibawa pulang kerumah. Oleh karena itu, setiap interview aku selalu menanyakan kepada HRD apakah aku diperkenankan melanjutkan studi atau tidak. Jika perusahaan menyatakan tidak maka aku tidak melanjutkan proses seleksi. Dan jika ada lampu hijau maka aku meneruskan proses seleksi.
Bekerja menjadi priorotas kedua karena biaya living cosh dari pihak donor memang hanya cukup untuk membayar sewa kos di Jakarta. Sedangkan aku membutuhkan makan, dan pemenuhan kebutuhan lain di Jakarta. Oleh karena itu aku memutuskan untuk bekerja. Kebetulan waktu itu (sekitar bulan Agustus 2014) hampir bersamaan dengan proses seleksi beasiswa, aku mendapatkan panggilan interview di sebuah anak perusahaan BUMN di telin (Telcom Indonesia International) sebagai customer service.  Telkom bekerjasama dengan Zain yang merupakan salah satu provider terbesar di Kingdom Saudi Arabia mengeluarkan provider Simpati Saudi. Sehingga infomedia (anak perusahaan Telkom) membuka lowongan untuk customer services Bahasa arab dan Inggris. Jam kerja yang fleksible 8 jam perhari, pekerjaan yang tidak membebani, gaji yang layak, menjadi pertimbangan utamaku untuk menerima pekerjaan ini.
Akses internet di kantorku full 24 jam. Jadi ketika tidak ada panggilan atau call  dari customer aku selalu memanfaatkan waktu luang untuk mengerjakan tugas kuliah yang diluar prediksi. Dulunya aku mengira kuliah S2 santai, ternyata tugasnya 3x lipat lebih berat dari tugas S1. Oleh karena itu, ketika weekend biasanya aku ke perpustakaan, meminjam buku untuk keperluan tugas seminggu mendatang. Ketika kekantor, aku membawa buku tersebut, aku ketik menggunakan computer kantor, dan jika membutuhkan internet tinggal mengakses menggunakan computer yang sama. Aku berkomitmen untuk tidak membawa tugas kuliah dan kantor ke rumah. Karena sisa waktu yang dirumah benar-benaraku manfaatkan untuk menyelesaikan urusan domestic (nyuci baju, piring, motor, nyapu, masak) dan untuk istirahat.
Biasanya aku masuk kerja di shift pagi atau malam. Jika masuk shift pagi, aku masuk kantor pukul 06.00 WIB dan pulang pukul 14.00 WIB. Setekah itu istirahat sebentar dikantor untuk kemudian melanjutkan perjalanan kekampus karena perkuliahan dimulai pukul 16.00 WIB. Dan jika masuk malam, maka aku akan langsung menuju kampus pukul 16.00 WIB dan selesai pukul 21.30 WIB kemudian langsung menuju kantor untuk masuk shift malam. Sebenarnya, karyawati tidak diperbolehkan masuk shift malam, namun karena aku harus kuliah di sore hari, maka mau tidak mau sebagai konsekwensinya aku harus menerima shift malam.
Kuliah dan pekerjaanpun bisa berjalan dengan proporsional bukan…..

Next……marriage


Eaaaaaa…….kalo yang ini gimana ya??? Kalo kata anak pesantren sih baina-baina. Bikin galau tingkat dewa (hehehhhe). Tapi mang ditahun 2014 aku sama mas mantan dan sepakat mau mengakhiri masa pacaran di tahun 2015. Dan menurutku, menikah bukan halangan sih untuk teteap menjalankan profesi sebagai pekerja maupun mahasiswi. Bahkan mas mantan yang saat ini menjadi suami menjadi salah satu motivasi terbesarku untuk tetap menjalankan kedua profesi diatas sebaik mungkin.
Memang sih g mudah mencari suami yang seperti itu. Yang mengizinkan istrinya melanjutkan studi, bahkan mengizinkan istrinya bekerja. Jangan salah ya, sebenarnya dari awal tahun 2015, ketika rencana pernikahan udah mulai disinggung kedua keluarga, mas mantan selalu menyuruhku untuk berhenti bekerja dan fokus di kuliah. Untuk biaya lain akan ditanggung sama suami. Tapi baru cuti seminggu aja rasanya udah penat bahkan sangat-sangat penat kalo cuman kuliah aja. Oleh karena itu tawaran suami untuk berhenti bekerja ya g aku ambil, karena memang aku yang g mau.
Anugrah terindah ketika kita mempunyai pasangan hidup yang selalu mengerti dan mendukung kemauan kita. Memberikan kita kebebasan untuk menentukan pilihan kita sendiri. Selebihnya ia akan mendukung apa yang kita inginkan. Begitupun sebaliknya. Dia yang juga sama-sama bekerja bahkan rela meluangkan waktunya untuk mengantar jemput baik kekantor maupun kuliah jika aku memintanya. Capek? Sudah pasti, namun ia tidak pernah menunjukkan keletihan. Bersedia untuk berbagi peran, menjauhkan budaya patriarchy, merelakan sebagian waktu istrinya untuk beraktifitas diluar rumah aku yakin menjadi keputusan yang sangat berat untuknya. Tapi ia sama sekali tidak pernah mengeluh. Dan ditengah keletihannya, ia selalu memintaku untuk menceritakan moment apa saja yang aku lewati hari itu ketika kita tidak bersama. Ia…dia selalu memintaku bercerita menjelang tidur, dan ia akan dengan setia mendengarkan. Oleh karena itu, g heran kalo suamiku hampir mengenal nama temen-teman sekantorku dan juga teman-teman kampus, bahkan hingga dosenku sekalipun dia tahu satu persatu.
Dan ibarat minum obat, hampir 3x dalam sehari dia selalu bilang “ adek kalo capek berhenti aja ya kerjanya” biasanya dia selalu mengucapkan ketika berangkat kerja, pulang kerja, dan menjelang tidur.
Untuk masalah mempunyai momongan, kami berdua memang tidak pernah berniat untuk menunda ataupun mempercepat. Kami hanya menunggu kapan Allah akan menitipkan buah hati pada kami. Biasanya pertanyaan ini memang yang banyak kita dapat dari teman-teman.
Intinya, profesi sebagai istri sama sekali tidak menghalangi kita untuk juga menjadi pekerja ataupun karyawan. Dengan catatan jika kita memiliki suami yang memang demokratis. Akan lain ceritanya jika kita memiliki suami yang memang menginginkan istrinya tinggal ditumah 24 jam. Ya….bagaimanapun istri memang harus menurut apa yang dikehendaki suami. But….saran aku untuk cewek-cewek yang memang terbiasa moving dan beraktifitas diluar dirumah, carilah pasangan yang mendukung aktifitasmu dan yang tidak mengekang kegiatanmu, asalkan kita harus memahami porsi dan kewajiban kita tetaplah menjadi istri untuk suami kita.
Yah…..orang yang mencibir pasti banyak sih. Terutama dari lelaki yang menginginkan istrinya 24 jam dirumah tentu akan mengatakan kita wanita tidak diuntunglah, tidak memahami suamilah, tidak taat suamilah, dsb. Kalo aku sih ditanggapi santai aja, asal kita dan suami enjoy, dan saling mendukung satu sama lain bagiku g masalah. Yang penting memang kita sebagai wanita harus memahami bahwa profesi utamanya memang untuk mendampingi suami.
Well guys….gimana? kira-kira profesi manakah yang kamu prioritaskan?
Atau mau menjalani ketiganya sekaligus?
Atau hanya fokus pada satu profesi?
Itu semua kembali kepada pribadi kita masing-masing. Yang terpenting adalah selalu plan your work, and work your plan. Apapun yang ingin kalian ambil setelah lulus S1 harus benar-benar disiapkan dengan matang.


3 comments:

  1. ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬
    Kirain punya 3 pekerjaan dalam satu waktu, hehe.
    ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete