Menteri Susi telah mengingatkanku pada seorang pemuda yang
tinggal dikampung halamanku tepatnya di Pereng Desa Jarak Siman Ponorogo. Sebuah
desa kecil, terpojok dan bersebelahan langsung dengan hutan kayu putih, + 1
KM dari lapangan tembak yang biasa digunakan untuk latihan menembak TNI AU yang
ada di lanud Iswahyudi Madiun.
Namanya Mas Kitong, biasanya saya memanggilnya seperti itu. Hingga
saat ini, akupun tidak mengetahui siapa nama aslinya. Dia pemuda tamatan SMP
yang mungkin “agak” bandel ketika itu. Saat itu, mungkin aku masih duduk di
bangku SD, yang aku ingat mas Kitong dulu suka naek motor yang di “preteli”
kalau bahasa anak sekarang mungkin di modif, dan kalau naek motor suka di
bleyer (saya nggak tahu bahasa Indonesianya bleyer). Intinya Mas Kitong yang
aku kenal saat dia masih remaja dulu ya anak yang nakal, arogan, dan sangat
tidak sopan. Namun semenjak dia merantau entah kemana, saya tidak pernah lagi
mendengar tentang Mas Kitong.
2 tahun yang lalu, nyaris tidak percaya Mas Kitong
bersilaturahmi kerumah dengan membawa anak dan istrinya mengendarai mobil
avanza berwarna metalic. Selepas dia pulang Ibu dan Bapak cerita kurang lebih
seperti ini:
“Saiki mas Kitong wes
berubah, nduwe usaha warung makan pecel lele nek Riau Kono. Bocah-bocah Pereng
sen tamatan SD karo SMP digowo rono trus diwarahi usaha pecel lele. Saiki mas
Kitong wes sukses tapi ora lali karo ade-adine sen nek Pereng. Bocahe ngerti
susahe wong ra sekolah golek kerjaan. Makane bocah-bocah pereng diajak , tekan
kono diwarai. Saiki wes nduwe cabang akeh, meh 6 warung. Kabeh sen ngurus yo
bocah-bocah Pereng”
(Mas Kitong sekarang sudah berubah, dia punya usaha warung
pecel lele di Riau. Anak-anak dari kampong Pereng yang hanya tamatan SD dan SMP
diajak ke Riau untuk diajak usaha. Dia sukses tetapi tidak lupa dengan
adik-adiknya di Pereng. Dia tahu bagaimana susahnya mencari kerjaan jika hanya
bermodal ijasah SD dan SMP. Oleh karena
itu mereka diajak ke Riau, sekarang dia sudah punya 6 cabang warung yang semuanya
dikelola oleh anak-anak pereng).
Seorang pemuda nakal yang hanya lulusan SMP mampu membuka
lapangan pekerjaan untuk anak-anak dikampungnya. Tentu akan sangat memalukan
sekali jika saya sebagai lulusan sarjana hanya sibuk mencari pekerjaan untuk
perutnya sendiri. Dan tidak bias membuka lowongan pekerjaan untuk orang lain. Buat
apa membangga-banggakan lembaran ijasah jika belum mempunyai peran konkrit
untuk masyarakat, minimal untuk orang-orang yang ada dikampungnya.
Begitu juga cara pandang saya terhadap menteri Susi yang
banyak diremehkan oleh para SARJANA bahkan para MASTER. Ada yang komentar “mau jadi apa negeri ini jika dipimpin oleh
orang lulusan SMA”. Kebetulan yang ngomong seperti itu adalah master Hukum
dari Univ. ternama di negri ini. Bukankah lebih baik lulusan SMA yang telah
berperan dalam membuka lowongan pekerjaan bagi orang banyak, daripada bersajana
Master tapi kerjaannya hanya menunggu kantor advokat?.
Ada juga yang komentar “anakku
nggak usah sekolah tinggi-tinggi ah, disinikan lulusan SMA bias jadi menteri”. Dangkal sekali pemikirannya, harusnya yanga da
dipikiran orang tua adalah “jika mentri Susi yang hanya lulusan SMA saja bias jadi
menteri, harusnya yang berijasah lebih tinggi harus mempunyai peran lebih dong?”.
Dan jika memang yang dipermasalahkan akhlak. Bukankah lebih
baik menjadi mantan pencopet daripada mantan kyai?. Sifat dan akhlak seseorang bias
saja berubah seiring dengan jalan pikiran dan kedewasaan masing-masing
individu. Jika takut kelakuan menteri Susi ditiru oleh generasi muda bangsa
ini, kenapa tidak kalian kritik stasiun TV yang menampilkan tontonan yang
memang tidak mendidik di tahun-tahun belakang ini.
Yang tamatan SMA saja bias jadi menteri dan bias membuka
lowongan pekerjaan, kita yang tamatan S1 dan S2 sekarang jadi apa?
Untungnya meskipun ibu saya menceritakan peran Mas Kitong
disaat saya masih menempuh bangku perkuliahan, sama sekali tidak terbersit di
benakku untuk mengakhiri pendidikanku. Karena yang ditekankan oleh ibuku adalah
“selesaikan segera sajanamu dan berperanlah untuk orang sekitarmu seperti
Mas Kitong.
Masih mau membanggakan ijasahmu?? dan terus meremehkan mereka yang lulusan SMP dan SMA?
No comments:
Post a Comment